Laporan KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK USIA SEKOLAH
DENGAN Dengue Haemoragic Fever ( DHF )
di RUANG MENULAR ANAK RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA
Periode Tanggal 1 juLi 2002 S/D 12 juLi 20
LAPORAN PENDAHULUAN
I. Konsep dasar Dhf
A. Definisi
Dengue Haemoragic
Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya
manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I – IV dengan infestasi klinis
dengan 5 – 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF
IKA, 1994 ; 201)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang
berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak – anak tetapi lebih
banyak menimbulkan korban pada anak – anak berusia di bawah 15 tahun disertai
dengan perdarahan dan dapat menimbulkan syok yang disebabkan virus dengue dan penularan melalui
gigitan nyamuk Aedes. (Soedarto, 1990 ; 36).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama
terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan
biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman;
1987; 16).
B.
Etiologi
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke
dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu
virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di
Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus
dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat
berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang
berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun
sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui
vektor yaitu nyamuk aedes aegypti,
nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe jenis yang lainnya (Arief
Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan
vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui
gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan
(Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan
dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang
terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun
yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu,
dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus).
Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama
pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya
maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,
sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya
maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi
jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi
pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia
telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 1990 ; 38).
C. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan
menimbulkan virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga
terjadi komplek imun Antibodi – virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan
melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan
merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi
instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan
air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya
komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga
terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal
tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock
dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi
Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma
yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan
menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan
sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi
terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin
yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan
plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit
menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi
trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari
sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan
permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh
vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
Demam berdarah dengue (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420)
D.
Manifestasi
KLINIS infeksi virus dengue
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan
berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa
lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39).
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 jdari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah
terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. ( Soedarto,
1990 ; 39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian
atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan
gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah,
1995 ; 349).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba,
meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan
dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan
tejadi renjatan pada penderita . (Soederita, 1995 ; 39).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak
sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu
kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis
disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan
prognosis yang buruk. (soedarto ; 39).
KLASIFIKASI DHF
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever
(DHF) dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
a. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umumtidak khas, uji tourniquet
hasilnya positif
b. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala
pendarahan spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis,
melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
c. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran
darah seperti nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi
sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai
tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
d. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut
jantung > - 140 mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan
kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya
menjadi 4 golongan, yaitu :
a. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan.
Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala
perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan
gusi.
c. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( £ 120 mmHg ), tekanan darah
menurun, (120/80 ®
120/100 ®
120/110 ®
90/70 ®
80/70 ®
80/0 ®
0/0 )
d. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut
jantung ³
140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Derajat (WHO 1997):
a. Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.
b. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
d. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
TANDA DAN GEJALA
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan
berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :
-
Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan
reaksi perabaan.
-
Asites
-
Cairan dalam rongga pleura ( kanan )
-
Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah –
muntah, diare maupun obstipasi dan kejang – kejang. (Soedarto, 1995 ; 39).
![]() |
(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420)
E. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA
Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat
dilakukan pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya juga dapat ditegakan dengan pemeriksaan laboratorium yakni :
Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb
dan PCV meningkat (> 20%) leukopenia (mungkin normal atau
leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF IKA, 1994).
Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation)
dan anti bodi HI (Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya
adalah
Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI
adalah kurang dari 1/20 dan akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium
rekovalensensi pada infeksi kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam
fase akut > 1/20 dan akan meningkat dalam stadium rekovalensi sampai
lebih dari pada 1/2560.
Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka
kadang titernya dalam stadium rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ;
202)
Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV
berulangkali (setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan)
faal haemostasis x-foto dada, elektro kardio gram, kreatinin serum.
Dasar diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF)WHO tahun 1997:
Klinis:
-
Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama
2-7 hari.
-
Menifestasi perdarahan petikie, melena, hematemesis
(test rumple leed).
-
Pembesaran hepar.
-
Syock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan
darah menurun, akral dingin dan sianosis, dan gelisah.
Laboratorium:
-
Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi
hemokonsentrasi lebih dari 20%.
F. DIAGNOSA BANDING
1. Belum / tanpa renjatan :
1. Campak
2. Infeksi
bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari kelompok pnyakit exanthem,
hepatitis, chikungunya)
2. Dengan renjatan
1. Demam
tipoid
2. Renjatan
septik oleh kuman gram negatif lain
3. Dengan perdarahan
1. Leukimia
2. Anemia
aplastik
4. Dengan kejang
1. Ensefalitis
2. Meningitis
G. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Pemberantasan Dengue Haemoragic Fever (DHF) seperti juga
penyakit menular laibn didasarkan atas pemutusan rantai penularan, terdiri dari
virus, aedes dan manusia. Karena sampai saat ini belum terdapat vaksin yang
efektif terdapat virus itu maka pemberantasan ditujukan pada manusia terutama
pada vektornya. (Soemarmo, 1998 ; 56)
Prinsip tepat dalam pencegahan DHF (Sumarmo, 1998 ; 57)
1)
manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh
alamiah dengan melaksanakan pemberantasan pada saat hsedikit terdapatnya DHF /
DSS
2)
memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan
vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita
veremia.
3)
Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah
pengambaran yaitu sekolah dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4)
Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah
berpotensi penularan tinggi
Menurut Rezeki S, 1998 : 22,
Pemberantasan penyakit Dengue
Haemoragic Fever (DHF) ini yang paling penting adalah upaya membasmi jentik
nyamuk penularan ditempat perindukannya dengan melakukan “3M” yaitu
1)
Menguras tempat – tampet penampungan air secara teratur
sekurang – kurangnya sxeminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya
2)
Menutup rapat – rapat tempat penampung air dan
3)
Menguburkan / menyingkirkan barang kaleng bekas yang
dapat menampung air hujan seperti ® dilanjutkan di baliknya.
H. PENATALAKSANAAN DHF PADA ANAK
Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever
(DHF) bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat,
Dengue Haemoragic Fever (DHF) sedang kadang – kadang tidak memerlukan
perawatan, apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan penderita di
rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada
hari 3-7 sakit ( Purnawan dkk, 1995 ; 571)
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF
IKA, 1994 ; 203) yaitu:
-
Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas,
muntah, masukan kurang) atau kejang–kejang.
-
Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati
uji torniquet positif/negatif, kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan
Ht/PCV meningkat.
-
Panas disertai perdarahan- perdarahan.
-
Panas disertai renjatan.
Belum atau tanpa renjatan:
1.
Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat I
dan II
D5 RL atau D5 Ringer
Asetat
|
Baik
¯
PCV ¯
Nadi stabil
Produksi urine
Hb ¯
¯
¯
3 ml/Kg BB/1 jam
¯
24 – 48 jam
stabil
|
![]() ![]()
|
Tidak baik
¯
PCV
Nadi cepat & lemah
Produksi urine ¯
¯
10 ml/Kg BB/1 jam
¯
15 ml/Kg BB/1 jam
¯
|
Sumber : Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSUD Dr
Soetomo Surabaya.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF)
menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah.
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi
dengan antipiretika dan “surface cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan
ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan
Umur 6 – 12 bulan : 60 mg /
kali, 4 kali sehari
Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg,
4 sehari
Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200
mg, 4 kali sehari
Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4
kali sehari.
a.
Oral ad libitum atau
b.1
infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB /
hari untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg
bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
b.2
Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan
minum sebanyak – banyaknya dan sesering mungkin.
b.3
Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya
jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan
penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
·
100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25
Kg
·
75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
·
60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
·
50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
Obat-obatan lain :
-
antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain
-
antipiretik untuk anti panas
-
darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
Dengan Renjatan :
2.
Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat
III
|
Baik
¯
PCV ¯
Nadi stabil
Produksi urine
Hb ¯
¯
7 ml/Kg BB/1 jam
¯
5 ml/Kg BB/1 jam ¯
3 ml/Kg BB/1 jam
|
|
¯
PCV
Nadi cepat &
lemah
Produksi urine ¯
|
|||||||
Sumber : Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSUD Dr
Soetomo Surabaya.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF)
menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah.
a.
Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih
dari 80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral
hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi
stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan
kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk
dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi
renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai
berikut :
·
100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25
Kg
·
75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan
26-30 Kg.
·
60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40
Kg.
·
50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50
Kg.
b.
Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg
BB/1 jam keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi cepat lemah,
akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang
maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai
dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan
yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan
seperti yang tertera pada 2.a.
c.
Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat
10 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80
mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus
memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10
ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24
jam. Jika keadaan umum membaik dilanjutkan dengan cairan RL dengan perhitungan
sebagai berikut : kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan
seperti yang tertera pada 2.a.
3.
Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat IV
|
Baik
¯
PCV ¯
Nadi stabil
Produksi urine
Hb ¯
¯
7 ml/Kg BB/1 jam
¯
![]() 5 ml/Kg BB/1 jam
¯
3 ml/Kg BB/1 jam
|
|
¯
PCV
Nadi cepat &
lemah
Produksi urine ¯
|
|||||||
Sumber : Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSUD Dr
Soetomo Surabaya.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF)
menurut UPF IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah.
a.
Berikan
cairan RL sebanyak 30 ml/Kg BB/1 jam, bila keadaan baik (T > 80 mmHg dan
nadi < 120 x/menit, akral hangat lanjutkan dengan RL sebanyak 10 ml/Kg BB/1
jam. Jika keadaan umum tidak stabil infus RL dilanjutkan sampai perhitungan
sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang
sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan
seperti yang tertera pada 2.a.
b.
Apabila
setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih buruk. Tensi tak
terukur dan nadi tak teraba maka klien harus dipasang infus 2 tempat dengan
maksud satu tempat untuk RL 10ml/Kg BB/1 jam dan tempat lain untuk pemberian
plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1
jam selama 1 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian RL dengan
perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang
sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan
seperti yang tertera pada 2.a.
c.
Apabila
setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih buruk. Tensi tak
terukur secara palpasi dan nadi teraba cepat lemah, akral dingin maka klien ini
sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)
sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian RL
dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang
sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan
seperti yang tertera pada 2.a.
d.
Apabila
setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum membaik tetapi tensi
terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi > 120 x/menit akral hangat atau akral
dingin maka klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal sampai
30 ml/Kg BB/24 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian RL dengan
perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang
sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan
seperti yang tertera pada 2.a.
e.
Jika
tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 10 ml/Kg BB/1 jam tidak
menunjukkan perbaikan T = 0, N = 0 maka klien ini perlu dikonsultasikan ke
bagian anestesi untuk dievaluasi kebenaran cairan yang dibutuhkan apabila sudah
sesuai dengan yang masuk. Dalam hal ini perlu monitor dengan pemasangan CVP,
gunakan obat Dopamin, Kortikosteroid dan perbaiki kelainan yang lain.
f.
Jika
tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1 jam
belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T < 80, N > 120 x/menit), maka
klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka
klien ini perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi.
g.
Jika
tata laksana grade IV sesudah memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1 jam belum
menunjukkan perbaikan yang optimal (T > 80, N < 120 x/menit), akral
dingin maka klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal
sampai 30 ml/Kg BB/24 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka klien ini
perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi.
Untuk kasus
– kasus yang sudah memperoleh cairan 60 mg/Kg BB/2 jam pikirkan bahaya overload
dan kemampuan kontraksi yang kurang. Dalam hal ini klien perlu diberikan Lasix
1 mg/Kg BB/kali dan Dopamin.
PENGKAJIAN
I.
IDENTITAS
-
Umur: DHF merupakan penyakit daerah tropik yang sering
menyebabkan kematian pada anak, remaja dan dewasa ( Effendy, 1995 ).
-
Jenis kelamin : secara keseluruhan tidak terdapat
perbedaan pada penderita DHF. Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada anak
perempuan daripada anak laki-laki.
-
Tempat tinggal : penyakit ini semula hanya ditemukan di
beberapa kota besar saja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di
Indonesia, bahkan sampai di pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan
dalam waktu relatif singkat.
II. RIWAYAT
KEPERAWATAN
P (Provocative) :
Virus dengue.
Q (Quality) :
Keluhan dari ringan sampai berat.
R (Region) :
Semua sistem tubuh akan terganggu.
S (Severity) :
Dari Grade I, II, III sampai IV.
T (Time) :
Demam 5 – 8 hari, ruam 5 – 12 jam.
1.
Keluhan Utama
Penderita mengeluh badannya panas (peningkatan suhu tubuh)
sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
2.
Riwayat Keperawatan Sekarang
Panas tinggi (Demam) 2 – 7 hari, nyeri otot dan pegal pada
seluruh badan, ruam, malaise, mual, muntah, sakit kapala, sakit pada saat
menelan, lemah, nyeri ulu hati dan penurunan nafsu makan (anoreksia),
perdarahan spontan.
3.
Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Tidak ada hubungannya antara penyakit yang pernah diderita
dahulu dengan penyakit DHF yang dialami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah
menderita DHF, penyakit itu bisa terulang.
4.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain (yang
tinggal didalam satu rumah atau beda rumah dengan jarak rumah yang berdekatan)
sangat menentukan karena ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
5.
Riwayat Kesehatan Lingkungan
DHF ditularkan oleh 2 jenis nyamuk, yaitu 2 nyamuk aedes:
-
Aedes aigepty: Merupakan nyamuk yang hidup di daerah
tropis terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu pada tempat
penampungan air bersih, seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum
burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan. Dengan jarak
terbang nyamuk + 100 meter.
-
Aedes albapictus.
6.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Faktor-faktor apa yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
a.
Faktor Keturunan ;
yaitu faktor gen yang diturunkan dari kedua orang tuanya.
b.
Faktor Hormonal ;
banyak hormon yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak,
namun yang paling berperan adalah Growth Hormon (GH).
c.
Faktor Gizi ;
Setiap sel memerlukan makanan atau gizi yang baik. Untuk mencapai tumbuh
kembang yang baik dibutuhkan gizi yang baik.
d.
Faktor Lingkungan; Terdiri dari lingkungan fisik,
lingkungan biologi dan lingkungan psikososial.
Teori kepribadian anak menurut
Teori Psikoseksual Sigmund Freud meliputi tahap
a.
Fase oral, usia antara 0 - 11/2 Tahun
b.
Fase anal, usia antara 11/2
- 3 Tahun
c.
Fase Falik, usia antara 3 - 5 Tahun
d.
Fase Laten, usia antara 5 - 12 Tahun
e.
Fase Genital, usia antara 12 - 18 Tahun
Tahap-tahap perkembangan anak menurut Teori Psikososial
Erik Erikson :
a.
Bayi (oral) usia
0 - 1 Tahun
b.
Usia bermain (Anal ) yakni 1 - 3 Tahun
c.
Usia prasekolah (Phallic) yakni 3 - 6 Tahun
d.
Usia sekolah (latent) yakni 6 - 12 tahun
e.
Remaja (Genital) yakni 12 tahun lebih
f.
Remaja akhir dan dewasa muda
g.
Dewasa
h.
Dewasa akhir
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak
a. Faktor
keturunan (genetik)
Seperti kita ketahui bahwa warna
kulit, bentuk tubuh dan lain-lain tersimpan dalam gen. Gen terdapat dalak
kromosom, yang dimiliki oleh setiap manusia dalam setiap selnya. Baik sperma
maupun ovum masing masing mempunyai 23 pasang kromosom. Jika ovum dan sperma
bergabung akan terbentuk 46 pasang kromosom, yang kemudian akan terus smembelah
untuk memperbanyak diri sampai akhirnya terbentuk janin, bayi. Setiap kromosom
mengandung gen yang mempunyai sifat diturunkan pada anak dari keluarga yang
memiliki abnormalitas tersebut.
b. Faktor
Hormonal
Kelenjar petuitari anterior
mengeluarkan hormon pertumbuhan (Growth Hormone, GH) yang merangsang
pertumbuhan epifise dari pusat tulang panjang. Tanpa GH anak akan tumbuh dengan
lambat dan kematangan seksualnya terhambat. Pada keadaan hipopetuitarisme terjadi
gejala-gejala anak tumbuh pendek, alat genitalia kecil dan hipoglikemi. Hal
sebaliknya terjadi pada hiperfungsi petuitari, kelainan yang ditimbulkan adalah
akromegali yang diakibatkan oleh hipersekresi GH dan pertumbuhan linear serta
gigantisme bila terjadi sebelum pubertas. Hormon lain yang juga mempengaruhi
pertumbuhan adalah hormon-hormon dari kelenjar tiroid dan lainya.
c. Faktor
Gizi.
Proses tumbuh kembang anak
berlangsung pada berbagai tingkatan sel, organ dan tumbuh dengan penambahan
jumlah sel, kematangan sel, dan pembesaran ukuran sel. Selanjutnya setiap
organ dan bagian tubuh lainnya mengikuti
pola tumbuh kembang masing-masing. Dengan adanya tingkatan tumbuh kembang tadi
akan terdapat rawan gizi. Dengan kata lain untuk mencapai tumbuh kembang yang
optimal dibutuhkan gizi yang baik.
d. Faktor
Lingkungan
-
Lingkungan fisik; termasuk sinar matahari, udara
segar, sanitas, polusi, iklim dan teknologi
-
Lingkungan biologis; termasuk didalamnya hewan
dan tumbuhan. Lingkungan sehat lainnya adalah rumah yang memenuhi syarat
kesehatan.
-
Lingkungan psikososial; termasuk latar belakang
keluarga, hubungan keluarga.
e. Faktor
sosial budaya
-
Faktor ekonomi, sangat memepengaruhi keadaan
sosial keluarga.
-
Faktor politik serta keamanan dan pertahanan;
keadaan politik dan keamanan suatu negara juga sangat berpengaruh dalam tumbuh
kembang seorang anak.
Teori Kepribadian Menurut Sigmund Freud
Kepribadian ialah hasil perpaduan
antara pengaruh lingkungan dan bawaan, kualitas total prilaku individu yang
tampak dalam menyesuaikan diri secara unit dengan lingkungannya.
Tiori kpribadian yang dikemukakan
oleh ahli psikoanlisa Sigmund freud (1856 - 1939). Meliputi tahap-tahap
a.
Fase oral, usia antara 0 - 11/2 Tahun
b.
Fase anal, usia antara 11/2
- 3 Tahun
c.
Fase Falik, usia antara 3 - 5 Tahun
d.
Fase Laten, usia antara 5 - 12 Tahun
e.
Fase Genital, usia antara 12 - 18 Tahun
2.
Tahap perkembangan anak menurut Erik Erikson
Erikson mengemukakan bahwa dalam
tahap-tahap perkembangan manusia mengalami 8 fase yang saling terkait dan berkesinambungan
|
TUGAS
PERKEMBANAGAN
|
BILA TUGAS
PERMKEMBANGAN TIDAK TERCAPAI
|
|
Bayi (0 - 1 tahun)
-
Rasa percaya mencapai harapan,
-
Dapat menghadapi frustrasi dalam jumlah kecil
-
Mengenal ibu sebagai orang lain dan berbeda
dari diri sendiri.
|
-
Tidak percaya
|
|
Usia bermain (1 - 3 Tahun)
-
Perasaan otonomi.
-
Mencapai keinginan
-
Memulai kekuatan baru
-
Menerima kenyataan dan prinsip kesetiaan
|
-
Malu dan ragu-ragu
|
|
Usia pra sekolah ( 3 - 6 Tahun)
-
Perasaan inisiatif mencapai tujuan
-
Menyatakan diri sendiri dan lingkungan
-
Membedakan jenis kelamin.
|
-
Rasa bersalah.
|
|
Usia sekolah ( 6 - 12 Tahun)
-
Perasaan berprestasi
-
Dapat menerima dan melaksanakan tugas dari
orang tua dan guru
|
Rasa rendah diri
|
|
Remaja ( 12 tahun lebih)
-
Rasa identitas
-
Mencapai kesetiaan yang menuju pada pemahaman
heteroseksual.
-
Memilih pekerjaan
-
Mencapai keutuhan kepribadian
|
Difusi identitas
|
|
Remaja akhir dan dewasa muda
-
Rasa keintiman dan solidaritas
-
Memperoleh cinta.
-
Mampu berbuat hubungan dengan lawan jenis.
-
Belajar menjadi kreatif dan produktif.
|
-
Isolasi
|
|
Dewasa
-
Perasaan keturunan
-
Memperoleh perhatian.
-
Belajar keterampilan efektif dalam
berkomunikasi dan merawat anak
-
Menggantungkan minat aktifitas pada keturunan
|
-
Absorpsi diri dan stagnasi
|
|
Dewasa akhir
-
Perasaan integritas
-
Mencapai kebijaksanaan
|
-
keputusasaan
|
TAHAP TUMBUH KEMBANG ANAK USIA SEKOLAH : 6 – 12 TAHUN
Tahap pertumbuhan
Berat badan pada usia sekolah sebagai pedomannya
adalah :
![]() |
Tinggi badan : Umur (tahun) x 6 x 7
Tahap perkembangan
Menurut Teori Psikososial Erik Erikson :
Anak usia 6 – 12 tahun termasuk
tahap : Industry Versus Inferioritas
(Rendah diri).
Berfokus pada hasil akhir suatu
pencapaian (membuat sesuatu sampai selesai). Anak memperoleh kesenangan dari
penyelesaian tugasnya atau pekerjaannya dan menerima penghargaan untuk
usahanya.
Jika anak tidak mendapat
penerimaan dari teman sebayanya atau tidak dapat memenuhi harapan orang tuanya,
akan merasa rendah diri, kurang menghargai dirinya untuk dapat berkembang.
Jadi fokus pada anak sekolah
adalah pada hasil prestasinya, pengakuan dan pujian dari keluarganya, guru dan
temas sebaya. Perkembangan adalah pengertian dari persaingan/kompetisi dan
kerajinannya.
Menurut Perkembangan Intelektual oleh Piaget :
Termasuk tahap :
Konkrit Operasional.
(1)
Anak mempunyai pemikiran logis terarah, dapat
mengelompokkan fakta-fakta, berfikir abstrak.
(2)
Anak mulai dapat mengatasi masalah secara nyata dan
sistematis.
Menurut Teori Psikoseksual Sigmund Freud :
Termasuk fase : Laten
(5 – 12 tahun).
(1) Anak
masuk ke permulaan fase pubertas.
(2) Anak
masuk pada periode integrasi, dimana anak harus berhadapan dengan berbagai
tuntutan sosial, contoh : hubungan kelompok, pelajaran sekolah, dll.
(3) Fase
tenang.
(4) Dorongan
libido mereda sementara.
(5) Zona
erotik berkurang.
(6) Mulai
tertarik dengan kelompok sebaya (peer group).
III. PEMERIKSAAN
FISIK / PENGKAJIAN PERSISTEM
1.
Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan
dangkal, tachypnea, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi
terdengar ronchi, effusi pleura (crackless).
2.
Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet
positif, trombositipeni.
Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat
(tachycardia), penurunan tekanan darah (hipotensi), cyanosis sekitar mulut,
hidung dan jari-jari.
Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat
diukur.
3.
Sistem Persyarafan / neurologi
Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan persendian. Pada
grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV
dapat terjadi DSS
4.
Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
5.
Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan
menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada hati
(hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa diserta dengan ikterus,
abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan,
dapat muntah darah (hematemesis), berak darah (melena).
6.
Sistem integumen
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering, ruam
makulopapular, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi
bintik merah seluruh tubuh/ perdarahan dibawah kulit (petikie), pada grade III
dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
IV. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan
proses infeksi virus dengue (viremia).
2.
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
3.
Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan
yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
4.
Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekwat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun.
5.
Resiko terjadinya cidera (perdarahan) berhubungan
dengan penurunan factor-fakto pembekuan darah ( trombositopeni )
6.
Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang
memburuk dan perdaahan
7.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangya
informasi.
Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Kriteria Hasil, Intervensi & Rasional
1.
Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan
proses infeksi virus dengue (viremia).
Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan
tindakan perawatan.
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37, membran mukosa
basah, nadi dalam batas normal (80-100 x/mnt), Nyeri otot hilang.
Intervensi :
a.
Berikan kompres (air biasa / kran).
Rasional : Kompres dingin akan
terjadi pemindahan panas secara konduksi
b.
Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari
( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk mengganti cairan
tubuh yang hilang akibat evaporasi.
c.
Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis
dan mudah menyerap keringat pada klien.
Rasional : Memberikan rasa nyaman
dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan
suhu tubuh.
d.
Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi,
tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering.
Rasional : Mendeteksi dini
kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
e.
Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian
obat antipiretik sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan
sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnyauntuk
menurunkan suhu tubuh pasien.
2.
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi
syok hipovolemik.
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas
normal (TD 100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat,
Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.
Intervensi :
a.
Observas vital sign tiap 3 jam/lebih sering
Rasional : Vital sign membantu
mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
b.
Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan
sirkulasi perifer
c.
Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna,
konsentrasi, BJ urine.
Rasional : Penurunan haluaran
urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
d.
Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai
toleransi)
Rasional : Untuk memenuhi
kabutuhan cairan tubuh peroral
e.
Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau
darah.
Rasional : Dapat meningkatkan
jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok.
3.
Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan
yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a.
Monitor keadaan umum pasien
Raional ; Untuk memonitor kondisi
pasien selama perawatan terutama saat terdi perdarahan. Perawat segera
mengetahui tanda-tanda presyok / syok
b.
Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus
mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok
c.
Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan
segera laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan
psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan
tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d.
Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena
diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
e.
Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
Rasional : Untuk mengetahui
tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan
tindakan lebih lanjut.
4.
Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi
penurunan berat badan, Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan
mampu dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.
Intervensi :
a.
Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi
defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
b.
Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan
kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
c.
Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )
Rasional : Mengawasi penurunan BB
/ mengawasi efektifitas intervensi.
d.
Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit
namun sering dan atau makan diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat
menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
e.
Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu
makan dan masukan peroral
f.
Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan
mengandung gas.
Rasional : Mencegah terjadinya
distensi pada lambung yang dapat menstimulasi muntah.
g.
Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting
nutrisi/ makanan bagi proses penyembuhan.
h.
Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
i.
Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika
mual.
j.
Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat.
k.
Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan
klien.
5.
Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan
factor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni ).
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi
kuat, tidak ada perdarahan spontan (gusi, hidung, hematemesis dan melena),
trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
Intervensi :
a.
Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring
( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang
tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
b.
Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang
bahaya yang dapat timbul akibat dari adanya perdarahan, dan anjurkan untuk
segera melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di gusi,
hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah darah (hematemesis).
Rasional : Keterlibatan pasien
dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi perdarahan.
c.
Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang
lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai
ambil darah dan Observasi tanda-tanda perdarahan serta tanda vital (tekanan
darah, nadi, suhu dan pernafasan).
Rasional : Mencegah terjadinya
perdarahan lebih lanjut.
d.
Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara
berkala (darah lengkap).
e.
Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai
tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit
merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
f.
Monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang
dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan
kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
g.
Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit
concentrate).
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan
& Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Carpenito,
Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram,
Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2,
(terjemahan). Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Junadi,
Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif
& Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II.
Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
Ngastiyah (1997). Perawatan
Anak Sakit. Penerbit
buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Soeparman.
(1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI.
Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh
Kembang Anak. Penerbit
buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Suharso Darto (1994). Pedoman
Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya.
(1994). Pedoman
Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair
& RSUD dr Soetomo Surabaya
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN DHF GRADE III
DI RUANG MENULAR ANAK RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
PENGKAJIAN
I.
IDENTITAS KLIEN
Nama :
An. Ayu Puji Lestari
Jenis Kelamin :
Perempuan
Tempat Tanggal Lahir :
Surabaya, 7 Pebruari 1992
Umur :
10 tahun
Anak ke :
Pertama
Nama Ayah :
Tn. Hartono
Nama Ibu :
Ny. Tumifansyah
Pendidikan Ayah :
SLTA.
Pendidikan Ibu :
SD
Pekerjaan Ayah :
Swasta (Cuci cetak film)
Pekerjaan Ibu :
-
Agama :
Islam
Suku :
Jawa
Alamat :
Rumah Susun Sumbo Blok K / 105 Surabaya.
Taggal MRS :
02 Juli 2002
Diagnosa Medis :
DHF Grade III
Sumber Informasi :
Klien dan orangtua klien.
Pengkajian tanggal :
3 Juli 2002.
II. RIWAYAT
KEPERAWATAN
1.
Riwayat Keperawatan Sekarang
1)
Keluhan Utama :
Sakit kepala, panas dan tidak
nafsu makan.
2)
Lama keluhan :
Sejak lima hari yang lalu
3)
Akibat timbulnya keluhan :
Anak tampak lemah
4)
Faktor yang memperberat :
5)
Upaya untuk mengatasi :
Dibawa ke Rumah sakit Tambak Rejo
Surabaya.
6)
Lainnya :
Jum’at pagi tanggal 28 Juni 2002
klien mengeluh panas, dibawa ke Rumah sakit Tambak Rejo Surabaya dan MRS
disana. Makan tidak mau, minum masih mau. Selasa tanggal 02 Juli 2002 jam 13.00
dirujuk ke IRD RSUD DR.Soetomo Surabaya
2.
Riwayat Keperawatan Sebelumnya
2)
Prenatal :
Selama hamil ibu tidak pernah
sakit, minum obat-obatan maupun minum jamu-jamuan.
Natal :
Anak lahir pada usia kehamilan 9
bulan 10 hari, dengan berat badan lahir 3,1 kg, ditolong bidan. Lahir spontan
langsung menangis, warna kulit merah.
Post-Natal :
Perkembangan dan pertumbuhan
sampai anak berumur 10 th Berjalan normal.
3)
Tumbuh kembang:
Tahap tumbuh kembang anak usia
sekolah : 6 – 12 tahun
Tahap pertumbuhan
Berat badan pada usia sekolah sebagai pedomannya
adalah :
![]() |
Tinggi badan : Umur (tahun) x 6 x
7
Klien seorang anak perempuan
berumur 10 tahun dengan berat badan 25 Kg. Menurut keluarga, klien adalah anak
yang cukup rajin, prestasi di sekolah cukup baik, klien memiliki banyak teman,
baik disekolah maupun dirumah. Ketika klien diajak bicara oleh tim kesehatan,
baik perawat maupun dokter serta tenaga kesehatan lainnya, klien mau menjawab
dan tampak tidak merasa takut. Ketika akan dilakukan suatu tindakan pertama
klien merasa takut tetapi kemudian setelah diberikan penjelasan klien mau
dilakukan tindakan, walaupun rasa takut masih tampak.
Tahap perkembangan
Menurut Teori Psikososial Erik Erikson :
Anak usia 6 – 12 tahun termasuk
tahap : Industry Versus Inferioritas
(Rendah diri).
Berfokus pada hasil akhir suatu
pencapaian (membuat sesuatu sampai selesai). Anak memperoleh kesenangan dari
penyelesaian tugasnya atau pekerjaannya dan menerima penghargaan untuk
usahanya.
Jika anak tidak mendapat penerimaan
dari teman sebayanya atau tidak dapat memenuhi harapan orang tuanya, akan
merasa rendah diri, kurang menghargai dirinya untuk dapat berkembang.
Jadi fokus pada anak sekolah
adalah pada hasil prestasinya, pengakuan dan pujian dari keluarganya, guru dan
temas sebaya. Perkembangan adalah pengertian dari persaingan/kompetisi dan
kerajinannya.
Menurut Perkembangan Intelektual oleh Piaget :
Termasuk tahap :
Konkrit Operasional.
(1)
Anak mempunyai pemikiran logis terarah, dapat
mengelompokkan fakta-fakta, berfikir abstrak.
(2)
Anak mulai dapat mengatasi masalah secara nyata dan
sistematis.
Menurut Teori Psikoseksual Sigmund Freud :
Termasuk fase : Laten
(5 – 12 tahun).
(1)
Anak masuk ke permulaan fase pubertas.
(2)
Anak masuk pada periode integrasi, dimana anak harus
berhadapan dengan berbagai tuntutan sosial, contoh : hubungan kelompok,
pelajaran sekolah, dll.
(3)
Fase tenang.
(4)
Dorongan libido mereda sementara.
(5)
Zona erotik berkurang.
(6)
Mulai tertarik dengan kelompok sebaya (peer group).
4)
Imunisasi :
Selama 1 tahun anak mendapat
imunisasi lengkap
5)
Status gizi :
Ibu klien mengatakan bahwa klien
sangat sulit makannya, serta minum susu juga sangat sulit, kadang-kadang klien
mau minum susu hanya susu coklat dan tidak setiap hari. Ibu klien mengatakan
bahwa sudah membeikan vitamin untuk nafsu makan tetapi tetap makannya sangat
sulit. Kadang-kadang tidak mau makan. Kalau sudah tidak mau makan ibu klien
tidak pernah memaksakan untuk makan. Ibu klien mengatakan bahwa sudah berusaha
menawarhan makanan yang disukai. Sejak MRS klien sulit makan, klien mengeluh
mual dan merasa ingin muntah.
6)
Lainnya :
Sebelumnya klien tidak penah
dirawat karena penyakit apapun.
3.
Riwayat Kesehatan Keluarga
1)
Komposisi keluarga :
Keluarga sudah memiliki 3 orang
putra dan putri, anak kedua meninggal segera setelah lahir dan anak ketiga
perempuan umur 3,5 tahun.
2)
Lingkungan rumah dan komunitas :
Menurut ibu kondisi lingkungan
rumah cukup bersih, walaupun tinggal dekat kali kecil, sekitar rumah terdapat
beberapa ban bekas untuk menanam tanaman yang belum dipakai, bak mandi dikuras
setiap seminggu 1 kali. Menurut ibu Lingkungan wilayah belum pernah disemprot.
Tinggal dalam satu rumah dengan
jumlah penghuni 4 Orang.
3)
Pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga :
Anak ketiga belum bersekolah.
4)
Kultur dan kepercayaan :
Menganut budaya jawa.
5)
Fungsi dan hubungan keluarga :
Cukup harmonis.
6)
Persepsi keluarga tentang penyakit klien :
Anggapan keluarga bahwa anaknya
menderita penyakit berat dan harus segara ditangani.
7)
Lainnya :
Menurut keluarga (Ibu) tidak ada
keluarga yang dalam waktu dekat ini menderita sakit DHF. Ibu sangat gelisah
atas keadaan anaknya ini.
III. OBSERVASI
DAN PEMERIKSAAN FISIK (PENGKAJIAN BODY SYSTEM).
1.
Sistem Respirasi :
Pergerakan napas simetris, tidak terdapat pernapasan cuping
hidung, pd saat pengkajian tanda-tanda epistaksis sudah tidak ada, Frekuensi
napas 25x/menit. Bunyi nafas tambahan tidak terdengar.
2.
Sistem Cardiovaskuler :
TD : 100/60, nadi 98x/mnt, akral dingin, tidak terdapat
tanda-tanda cyanosis, capiler refill < 3 detik, tidak terjadi perdarahan spontan,
tanda-tanda petikhie spontan tidak terlihat, hanya tanda pethike bekas rumple
leed.
3.
Sistem Neurosensori :
Tidak ada kelainan.
4.
Sistem Genitourinary :
BAK lancar, spontan, warna kuning agak pekat ditampung oleh
ibu untuk diukur, BAB dari malam belum ada.
5.
Sistem Gastrointestinal :
Nafsu makan menurun, anak hanya mau makan 3 sendok makan,
minum tidak suka, harus dipaksakan baru mau minum. Mual tidak ada, muntah tidak
terjadi. Terdapat nyeri tekan daerah hepar dan asites positif, bising usus
8x/mnt.
6.
Sistem muskuloskeletal :
Tidak terdapat kontraktur sendi, tidak ada deformitas,
keempat ekstremitas simetris, kekuatan otot baik.
7.
Sistem Integumen :.
S : 376 turgor baik, tidak ada luka, pethikae
bekas rumple leed, tidak terdapat perdarahan spontan pada kulit.
8.
Sistem Endokrin :
Tidak ada kelainan.
IV. DIAGNOSTIC
TEST / PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Laboratorium :
Hb : 3 Juli 2002 = 13,6 g/dl, tanggal 4 Juli 2002 = 11,7
g/dl, 5 Juli 2002 = 12,1
Leko : 8.400
Trombo : cukup
PCV : 3 Juli 2002 = 12,5
Widal : 5 Juli 2002 = Negatip
V. PROGRAM
TERAPI
Infus RD5 175 cc / jam ® 75 cc / jam
Minum manis
Vit B compleks / C 3 x 1
Diet TKTP 1600 Kkal + 50 gr Protein.
Nasi 3 x sehari
Susu : 3 x 200 cc
|
|
Surabaya, 3 Juli
2002
Mahasiswa/Perawat
Subhan
|
VI. ANALISA
DAN SINTESA DATA
|
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
|
1.
|
S : Klien mengatakan badanya terasa
panas, pusing
O :
Akral dingin
Panas hari ke 2 panjang.
TTV : S : 376, Nadi 98x/mnt, TD : 100/60, RR
25x/mnt.
|
Proses
infeksi virus dengue
Ô
Viremia
Ô
Thermoregulasi
|
Peningkatan suhu tubuh
|
|
2.
|
S : Klien mengatakan tidak suka
minum dan perut terasa kenyang minum terus.
O :
Turgor kulit baik
Mukosa bibir kering
Urine banyak warna kuning pekat
Panas hari ke 2 panjang
Trombosit ; 133.000
TD : 100/60, N ; 98x/mnt.
|
Peningkatan
suhu tubuh
Ektravasasi
cairan
Intake
kurang
Ô
Volume
plasma berkurang
Ô
Penurunan
volume cairan tubuh
|
Cairan tubuh
|
|
3.
|
S : Klien menyatakan tidak mau
makan, tetapi tidak mual.
O : KU lemah
Makan pagi hanya mau 3 sendok
|
Nafsu
makan menurun
Ô
Intake
nutrisi tidak adekuat
Ô
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
|
Nutrisi
|
|
4.
|
|
|
|
VII. DIAGNOSA
KEPERAWATAN :
1.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
infeksi virus dengue.
2.
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
3.
Resiko gangguan nutrisi kurang berhubungan dengan nafsu
makan yang menurun.
VIII. PERENCANAAN
1.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan
tindakan perawatan.
Kriteria : TTV khususnya suhu dalam batas normal (360C
– 370C), Membran mukosa basah, nadi dalam batas normal (80-100
x/mnt), Nyeri otot hilang.
Rencana Intervensi :
1. Berikan
kompres air biasa / kran
Rasional : Kompres akan memberikan
pengeluaran panas secara induksi.
2. Anjurkan
klien untuk banyak minum 1500 – 2000 ml
Rasional : Mengganti cairan tubuh
yang keluar karena panas dan memacu pengeluaran urine guna pembuangan panas
lewt urine.
3. Anjurkan
untuk memakai pakaian yang tipis dan menyengat keringat.
Rasional : Memberikan rasa nyaman
dan memperbesar penguapan panas
4. Observasi
intake dan out put
Rasional : Deteksi terjadinya
kekurangan volume cairan tubuh.
5. Observasi
TTV setiap 1 jam
Rasional : Menentukan intervensi
lanjutan bila terjadi perubahan
6. Kolaborasi
untuk pemberian antipiretik
Rasional : Antipireik berguna bagi
penurunan panas.
2.
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi
syok hipovolemik.
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas
normal (TD 100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat,
Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.
Rencana Intervensi ;
1. Observasi
Vital sign setiap jam atau lebih.
Rasional : Mengetahui kondisi dan
mengidentifikasi fluktuasi cairan intra vaskuler.
2. Observasi
capillary refill
Rasional : Indikasi keadekuatan
sirkulasi perifer.
3. Observasi
intake dan output, catat jumlah, warna, konsentrasi dan BJ urine.
Rasional : Penurunan haluaran
urine / urine yang pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
4. Anjurkan
anak untuk banyak minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi)
Rasional : Untuk pemenuhan
kebutuhan ciran tubuh peroral.
5. Kolaborasi
pemberian cairan intra vena, plasma atau darah.
Rasional : Meningkatkan jumlah
cairan tubuh untuk mencegah terjadinya hipovolemik syok.
3.
Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang
berhubungan dengan nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi / Nutrisi
terpenuhi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi
penurunan berat badan, Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan
mampu dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.
Rencana Intervensi :
1. Kaji
keluhan mual, muntah atau penurunan nafsu makan
Rasional : Menentukan intervensi
selanjutnya.
2. Berikan
makanan yang mudah ditelan mudah cerna
Rasional : Mengurangi kelelahan
klien dan mencegah perdarahan gastrointestinal.
3. Berikan
makanan porsi kecil tapi sering.
Rasional : Menghindari mual dan
muntah
4. Hindari
makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung gas.
Rasional : Mencegah terjadinya
distensi pada lambung yang dapat menstimulasi muntah.
5. Beri
makanan kesukaan klien
Rasional : Memungkinkan pemasukan
yang lebih banyak
6. Kolaborasi
pemberian cairan parenteral
Rasional : Nutrisi parenteral sangat
diperlukan jika intake peroral sangat kurang.
IX. IMPLEMENTASI
& EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Klien : An. Ayu Puji Lestari No. Rekam Medis
: 10178278 Hari Rawat
ke : 2.
|
No. Dx
|
TANGGAL
|
JAM
|
Implementasi KEPERAWATAN
|
Evaluasi (SOAP)
|
|
1.
|
3
Juli 2002
|
|
Mengobservasi
suhu : 37,6 0C,nadi : 98x/mnt, tensi : 100/60 mmHg. RR 24x/mnt.
Mengkaji
saat timbulnya demam.
Mengobservasi
intake dan out put.
Memberikan
kompres dingin (air biasa / kran).
Mengkaji
saat timbulnya demam.
Menganjurkan
klien untuk banyak minum 6 – 8 gelas/hari.
Menganjurkan
untuk memakai pakaian yang tipis dan menyengat keringat.
Menjelaskan
pada ibu penyebab timbulnya panas tubuh, panas tubuh disebabkan oleh masuknya
virus dalam tubuh sehingga tubuh melakukan perlawanan terhadap virus tersebut
dengan pengaktifan sistem komlemen sehingga sebagai kompensasi adalah
timbulnya demam tubuh.
Menjelaskan
pentingya tirah baring adalah untuk menghindari berkembangnya invasi virus
yang lebih luas.
Melanjutkan
pemberikan cairan perinfus dan memantau tetesan infus RD5 175 cc / jam ® 75
cc / jam
Melakukan
observasi : Suhu : 360C, Nadi :88 x/mt
|
S
:
Klien
mengatakan panas badan mulai turun.
O
:
Suhu
: 360C
Nadi
:88 x/mt
Membran
mukosa basah
Nyeri
otot hilang.
Kompres
dingin masih terpasang
A
:
Tujuan
berhasil
P
:
Intervensi
dihentikan
|
|
2.
|
3
Juli 2002
|
|
Mengobservasi
Vital sign setiap jam
Mengobservasi
capillary refill
Mengobservasi
intake dan output
Menganjurkan
anak untuk banyak minum 6 – 8 gelas /hari (sesuai toleransi)
Memberikan
susu 200 cc.
Menjelaskan
pada ibu tanda kekurangan cairan : torgor kulit jelek, bibir/ mulut kering.
Melanjutkan
pemberikan cairan perinfus dan memantau tetesan infus RD5 175 cc / jam ® 75
cc / jam
|
S
:
O
:
Input
dan output seimbang.
Tensi
: 100/75.
Nadi
:88 x/mt
Turgor
mulai membaik.
Kulit
tidak kering.
Mukosa
mulut basah.
Tidak
ada tanda pre shock.
Akral
hangat.
Capilarry
refill < 3 detik.
Pulsasi
kuat.
A
:
Resiko
tidak terjadi
P
:
Intervensi
dilanjutkan
|
|
3.
|
3
Juli 2002
|
|
Mengkaji
keluhan mual, muntah atau penurunan nafsu makan.
Memberikan
makanan yang mudah ditelan mudah cerna.
Menganjurkan
makanan porsi kecil tapi sering, jika tidak ada mual muntah teruskan makan.
Hindari
makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung gas.
Memantau
porsi yang dihabiskan klien.
Mejelaskan
pentingnya nutrisi bagi tubuh yaitu untuk mengganti sel yang rusak, memenuhi
kebutuhan asupan makanan, mempertahan kan kondisi tubuh.
Mengkolaborasikan
pemberian cairan parenteral
|
S
:
Klien
mengatakan nafsu makan masih kurang, kadang masih terasa mual.
O
:
Tidak
ada tanda-tanda malnutrisi.
Tidak
terjadi penurunan berat badan.
Nafsu
makan meningkat.
Porsi
makanan yang disajikan mampu dihabiskan klien.
Mual
dan muntah berkurang.
A
:
Masalah
tidak terjadi
P
:
Intervensi
dilanjutkan
|











No comments:
Post a Comment